Jumat, 19 Oktober 2007

Kalbar Dalam Bingkai Jurnalistik (Bagian 4)

KALBAR SEBAGAI WATER WORLD SOCIETY

Rumah-rumah berjejar di sepanjang tepian sungai. Di sana terparkir perahu motor kecil dan besar. Rumah mereka menghadap ke air, bukan ke daratan seperti kebanyakan rumah di wilayah Indonesia lainnya. Tetapi mereka hanya membuat apa adanya, tanpa konsep. Padahal Kalbar dibelah sungai yang membentang panjang dari Pontionak hingga ke Puttusiba, Kapuas Hulu.

Alur sungai pun lebar dan dalam, sehingga kapal-kapal besar bebas berlalu lalang tanpa harus was-was kandas. Berbeda kondisinya dengan sungai musi di Palembang. Semuanya menjadi rantai kehidupan yang unit dan berprospek masa depan yang baik, ketika orang-orang kota telah bosan hidup ala darat yang panas.

Ketika speed boat kami bersama Ignatius Lyong meneleusuri sungai Landak dari Pontianak menuju hulu sungai selama 1,5 jam, kami merasakan Kalbar memiliki potensi alam yang amat bagus untuk menciptakan water world estate terbesar di dunia. Karena negara lain banyak gagal menerapkan konsep itu karena kondisi alamnya tidak memadai. Kami yakin, ketika dunia air di Kalbar ini tersentuh secara konseptual, maka negara Belanda yang selama ini menyombongkan diri sebagai kota air terbaik di dunia, akan segera sirna.

Jika konsep ini diterapkan seiring dengan pengembangan kebudayaan masyarakat Kalbar yang terdiri dari berbagai jenis budaya seperti budaya Dayak, Bugis, Melayu, Madura dan Tionghoa, rasanya terasa bodoh kalau dunia wisata tidak mengalihkan agendanya ke Kalbar. Namun semuanya itu perlu sentuhan konsep.

Anda bisa bayangkan bagaimana kalau seorang turis berlayar menyusuri sungai yang membelah Kalbar tadi. Mereka membutuhkan perjalan dua hari baru bisa menjangkau seluruh aliran sungai. Mereka bisa menikmati pemandangan di atas kapal pesiar yang membawa mereka. Umpanyakan saja, kapal pesiar itu adalah hotel dan restoran terapung yang nyaman.

Masyarakat water world tidak membutuhkan mobil atau sepeda motor. Mereka membutuhkan kendaraan air, seperti speed boat, kapal pesiar, jetsky, mobil yang bisa masuk ke air seperti yang ada di negari Belanda, dan segala macam pendukung lainnya.

Tak hanya itu, pendidikan untuk anak-anak mereka juga harus berbeda dengan pendidikan anak-anak pedalaman. Mereka harus memahami dunia air secara lebih ilmiah. Masyarakatnya pun harus dikembangkan sebagai masyarakat air yang menjanjikan kehidupan mereka. Misalnya perlu dibangun pelabuhan atau terminal-terminal besar dan kecil di setiap persinggahan seperti layaknya terminal mobil di wilayah daratan.

Saat ini tidak. Mereka masih menjadikan aliran sungai sebagai berkah semata. Tak ada olahan konsep yang jelas tentang mereka. Malah mereka disamakan dengan konsep pembangunan masyarakat pesisir saja. Padahal karakteristik masyarakat pesisir dengan masyarakat water world akan sangat berbeda. Water world society adalah sebuah kehidupan yang menempatkan air sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, sedangkan, masyarakat pesisir hanya menempatkan laut sebagai keniscayaan alam semata.

Namun, kehidupan water world yang melingkupi ruang masyarakat Kalbar akan berdampak sangat serius dibandingkan di Jawa seandainya ekosistemnya terganggu. Diantaranya penebangan hutan berkelebihan dan terganggungnya aliran parit atau sungai-sungai kecil. Karena jarak antara permukaan air dengan rumah penduduk amat tipis. Sedangkan di Jawa, permukaan air dengan daratan rumah penduduk tinggi. Itu pun masih harus mengalami banjir, paling tidak lima tahun sekali, karena memang di Jawa hutan sudah bisa dikatakan habis.

Sedangkan di Belanda, negara itu memang sudah hidup di bawah permukaan air laut. Ketika kita mendarat di bandar udaranya, terlihat perahu motor berada di atas pesawat yang sedang mendarat, karena memang sungainya berada di atas lapangan terbang. Begitupun rumah penduduk dan lainnya. Pokoknya Belanda sukses mengatur ritme air sehingga mereka terbebas dari banjir kapan pun.

Kami yakin kondisi alam Kalbar tidak bisa disamakan dengan Belanda. Dan bisa dipastikan, jika ekosistem di Kalbar terganggu, air yang begitu akrab dengan masyarakat air tadi, justru akan menjadi bencana. Karenanya, pemerintah perlu menakar secara jelas berapa hektar hutan yang bisa menjaga ekosistem itu. Semua ada rumusannya, jadi tidak perlu pani. Yang panting konsep water world society tersusun secara ilmiah, dan dapat diimplementasikan secara bijak.

Kandidat gubernur yang cerdas dan pinter akan menempatkan konsep ini sebagai sebuah terobosan baru untuk dunia wisata tidak hanya di Indonesia tetapi juga didunia global. Rakyat Kalbar berhak mengkalim dirinya sebagai water world society di dunia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sebab, jika konsep itu diterapkan, mata dunia internasional akan memberikan perhatian tersendiri. Banyak lembaga-lembaga keuangan dunia yang akan simpati dan mengucurkan dananya melalui sebuah sistem yang jelas.

Karenanya, cari pemimpin yang memiliki wawasan luas serta mampu melaksanakan konsep itu. Oesman Sapta kami yakini sudah terbiasa dengan terbobosan baru itu. (Safari ANS/MCO).

Tidak ada komentar: