Senin, 22 Oktober 2007

Kalbar Dalam Bingkai Jurnalistik (Bagian 9)

BERSEDEKAH ITU UNTUK CARI PAHALA, BUKAN MENCARI PUJA-PUJI ORANG

Selama kami mengikuti tur berkeliling Kalbar bersama kandidat gubernur bernomor urut 2 Oesman Sapta, kami menemukan banyak catatan penting yang menjadi pembelajaran untuk diri sendiri. Terutama tentang orang yang bermuka palsu dan orang yang bermuka apa adanya.

Yang bermuka palsu, tentu ingin memanfaatkan keinginan sang kandidat untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya bagi dirinya dengan menawarkan berbagai macam rencana. Yang bermuka apa adanya, memang mereka yang ikhlas ingin mendukung dan berbuat sesuatu untuk kesuksesan sang calon.

Namun kami berkeyakinan benar, bahwa sang kandidat yang kami ikuti mahir dalam memahami serta memilah mana bermuka palsu dan mana bermuka apa adanya. Pernah suatu ketika, dalam rapat koalisi di tengah malam buta. Sang kandidat memanggil seorang pimpinan koalisi yang mengatur daerah tertentu.

Sang ketua berkata, biaya telah diselesaikan sekian, tetapi sang kandidat tidak percaya. Lalu dia panggil orang yang telah dibiayai tersebut malam itu juga. Dia tanya langsung, apa benar sudah terima biaya dari ketua. Dan orang-orang terkait dengan biaya itu, di tengah larut malam itu, dipanggil semuanya untuk memastikan bahwa biaya yang telah dikeluarkan tidak dikorupsi.

Begitu pun dengan lainnya, Oesman Sapta sering hanya tersenyum ketika seseorang yang bermuka palsu berkata kepadanya. Ia bagai memiliki kemampuan pancaindra kesekian lah, untuk memahami karakter lawan bicaranya. Walau pun yang datang seorang ustadz atau seorang kiyai sekalipun, ia hanya tersenyum ketika seseorang itu menyatakan dukungan kepadanya. Lalu ia bagaikan bisa membaca suara hati kecil orang itu, bahwa ustadz atau kiyai itu berbohong kepadanya.

Dalam perjalanan yang kami ikuti, misalnya kedatangannya pada sebuah tempat ibadah, apakah itu masjid, gereja atau pun kelenteng. Dia bagaikan bisa berbicara dengan dirinya sendiri, bahwa tempat itu layak dia sedekahi atau tidak. Dia paham betul, dimana ia datang dengan membawa amal sedekah ke suatu tempat apa tidak.

Pernah suatu ketika ia begitu tertarik dengan keberadaan masjid tertua di Landak, yang menurut warga setempat telah berusia 300 tahun lebih. Namun pemda Kabupaten Landak agaknya kurang memperhatikan keberadaan masjid ini. Secara diam-diam dia mengirim utusan guna menyampaikan sedekahnya bagi masjid tua itu. Nilainya lebih dari cukup untuk melakukan renovasi mesjid tersebut. Karena merasa terharu, semua pengurus masjid tua itu, menangis tersendu, karena tak menyangka masih ada orang yang peduli. Dan ia meminta kepada kami untuk tidak mempublikasinya.

Begitu juga ketika melakukan shalat Jum’at di masjid kecil dan sederhana di Kubu, namanya masjid Al-Falah. Dia menyumbangkan uang melalui Camat Kubu, tetapi ia tetap meminta kami untuk tidak memberitakannya. Pada daerah yang lain, kedatangannya secara tiba-tiba di sebuah kelenteng di Singkawang karena diundang mendadak. Serta merta ia menyumbang uang tunai. Begitu juga pada masjid-masjid yang ia singgahi. Semua itu tidak boleh kami beritakan.

Akan tetapi akan berbeda halnya. Di banyak masjid dan tempat ibadah dimana ia diminta untuk hadir, lalu sang pengurus masjid minta sumbangan melalui kata sambutannya. Malah ia tidak memberikan sumbangan sama sekali. Ia malah mengkritik bahwa masjid itu masih bagus dan sebagainya.

Sebenarnya, Oesman Sapta lebih senang bersedekah dan beramal, apalagi ke tempat-tempat ibadah, hanya dia dan Tuhan yang tau. Kalau bisa tidak ada satu orang pun yang tau, bahwa ia bersedekah dan menyumbang. Sama halnya ketika dia mengundang anak-anak yatim piatu di berbagai tempat, tidak hanya di Pontianak. Ia banyak menyumbang untuk panti mereka. Lagi-lagi, dia tidak suka disebut sumbangannya, walaupun kemeriahan acaranya diekspos.

Semua tindakannya bersedekah, semata mencari ridho Ilahi. Ia ikhlas dan rela tanpa ada tekanan atau permintaan siapapun. Malah ketika ada orang meminta sedekah atau sumbangan, justru ia enggan mengabulkannya. Karena diminta, berarti dirinya tidak ikhlas. Kalau tidak ikhlas berbuat amal ibadah, maka pahalanya juga hilang, kata seorang ustadz. Begitu juga dengan sang kandidat gubernur Kalbar, Oesman Sapta. (Safari ANS/mco).

Tidak ada komentar: