Dulu, di era Suharto masih berkuasa dengan Golkarnya, setiap temu wartawan yang digelar Departemen Kehutanan di Jakarta, tidak pernah terpisahkan sosok pengusaha yang bernama Bos Hasan. Pengusaha yang selalu dekat dengan dunia perkayuan dan hutan. Bahkan ketika seorang menteri kehutanan ditanya wartawan perihal kebijakannya tentang HPH (Hak Pengusahaan Hutan), sang menteri selalu mengatakan, nanti akan saya tanyakan kepada Pak Bob Hasan.
Dalam hitungan perkalian, triliyun kubik kayu diberitakan di hampir seluruh media nasional dan international. Dan menghias halaman pertama
Sang pengusaha HPH pasti sibuk, ketika sang menteri sudah mulai melancarkan serangan pertama. Bangunan keren nan menjulang berselebahan langsung dengan gedung MPR/DPR RI, membuat kesan Departemen Kehutanan menjadi primadona ketika itu. Bahkan di era Pak Harto, komplek perkantoran yang dikenal dengan nama Manggala Wanabhakti itu, tempat lingkungan menteri kehutanan berkantor, terkesan elite dan mewah.
Di gedung inilah hampir seluruh aktivitas dunia hutan berjalan. Mereka datang dan pergi sekedar untuk mendapat sedikit tentang rezeki dunia kayu yang sebagian terbesar berasal dari
Jangankan hasil hutannya, dana reboisasi yang dipungut hanya sekian persen saja oleh pemerintah pusat melalui sebuah lembaga “persetujuan” saja, sudah bernilai ratusan triliyun rupiah. Apatah lagi nilai transaksi hasil hutan, seperti kayu, rotan dan lainnya. Wow, pastilah capai angka ribuan triliyun rupiah. Namun tak ada satu pun instansi pemerintah yang mau mengeluarkan angka resmi transaksi penjualan hasil hutan di
Dalam pertemuan demi pertemuan wartawan dengan pejabat di Jakarta tentang hutan di Kalimantan selama ini, hanyalah sebuah ilustrasi agar wartawan terjebak dalam sebuah persepsi, bahwa semuanya berjalan sesuai rel dan aturan main. Pemerintah Pak Harto ketika itu begitu pintar dan rapi soal membuat persepsi di benak wartawan, sehingga kuli tinta pun tak berdaya melawan kehendak sang penguasa.
Tak terbayangkan oleh kami ketika suatu saat tiba-tiba muncul sebuah nama pengusaha yang berasal dari Singkawan ketika itu. Ia tiba-tiba bermain di ring satu. Teman-teman mencuri berita bahwa ada pengusaha baru, ada konglomerat baru bernama Prajogo Pangestu. Raja kayu yang menakutkan pengusaha lainnya. Kendati diam-diam, rekan-rekan wartawan mampu merekam, kemunculan pengusaha yang kini beken dengan bendara usahanya, Barito Pacific Timber. Group usaha ini pun terus meroket naik, bak busur panah yang dilepaskan ke udara.
Sejak itu, Prajogo Pangestu telah ditempatkan oleh kawan-kawan sejajar dengan konglomerat
Bahkan ketika Pak Harto mengundang 25 konglemarat
Kalangan wartawan, sering dibawa pengusaha kayu untuk berkunjung ke
Kala itu, tak terpotret dengan jelas kehidupan rakyat
Mereka mudah menerima apa adanya, karena kesejahteraan sejati bagi orang
Mereka tidak tau, kayu yang dihasilkan dari daerah mereka terpajang mewah di planet bumi ini. Mereka tak tau betapa orang-orang Eropa memajang hasil hutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar